Waktu masih sepenggal dhuha. Perempuan itu sibuk dengan tumpukan pakaian kotor di belakang rumah.
Lengan baju nya tersibak, daster nya sudah separuh basah.
Tak jauh di belakang nya, duduk si anak bujang nya. Lebih banyak merenung, mungkin ada rasa bersalah, baru saja ia kehilangan pekerjaan yang 5 bulan di geluti nya. Entah...
Bagi perempuan itu, lengkap lah sudah semua. Tuhan seperti sungguh sedang ber “main-main” dengan hidup nya. Seumpama pemeran utama, tubuh nya sudah luluh lantak. Penuh luka dimana-mana.....nyaris lebur....terhempas.
Namun ia mencoba tenang, berbaik sangka pada sang pemilik sejati kehidupan. Semua terjadi karena cinta Nya. Itu saja harap nya.
Dengan hati-hati ia menyusun kata. Tak ingin rasa nya membuat si bujang nya yang masih berusia belasan itu semakin terbalut rasa bersalah.
Ahh...
Seandainya keadaan ekonomi keluarga ini tak sebegitu terpuruk, mungkin si anak yang baru lulus sekolah kejuruan itu bisa lebih tenang bekerja, dan tak tergiur penghasilan besar teman-teman seangkatan nya yang bekerja di pabrik. Atau, seandai nya ia lebih beruntung, si anak bujang tak harus ikut menanggung beban, dia bakal melenggang di perguruan tinggi....
Ahh...
Perempuan itu merintih dalam hati. Maaf kan ibumu, Nak. Seperti biasa...ia selalu menyalahkan diri.
“Allah itu ga membutuh kan ibadah kita. Sholat kita....kita yang butuh sholat...”, pelan ucapannya. Sambil terus membilas pakaian. Gemericik air meningkahi suasana membiru itu
“Sholat itu bikin hati jadi tunduk. Orang yang sholat nya benar, ga akan di hinggapi perasaan tinggi hati, karena ia terbiasa merendah kan diri, meletak kan kepalanya di tanah....tempat dimana ia berasal dan kembali. Orang yang menjaga sholatnya , tak akan merasa diri nya lebih tinggi kedudukan nya dari orang lain, karena ia biasa menghina kan diri di hadapan pencipta nya. Dia juga tak akan mencintai sesuatu yang nampak...lalu memuja nya..seolah-olah itu tak boleh lepas dari diri nya, karena ia terbiasa mencintai Tuhan yang tidak nampak...”
Pelan ia bersuara.
“Tapi mak, kalau Tuhan sayang sama kita, kenapa Tuhan membiar kan hidup kita seperti ini. Emak adalah seorang yang ibadah dan pengabdian nya pada dawah lebih besar dari orang yang aku kenal di luar sana..,” terdengar suara si bujang.
Perempuan itu kembali mengurai resah. Betapa ia ingin berkata, “Duhai anak ku, apa yang di lakukan emak mu ini sungguh tak ada artinya. Kita tak cari penghidupan di jalan ini...”
Pun begitu, jujur ia akui, pertanyaan itu sempat mengusik lamunan galaunya.
Perempuan itu memandang si anak bujang, bibir nya terlalu kelu untuk tersenyum. Hawa dingin mulai merayapi tubuh nya. Suara air masih gemericik meningkahi bak cucian.
“Nak, ujian yang paling berat adalah ujian nya para Nabi. Nabi itu kekasih Allah...manusia pilihan. Lalu mengapa Allah memberi ujian berat kepada kekasihNya? Apakah Allah tak sayang ??? “
Rasa nya pertanyaan itu tak memerlukan jawaban. Setidak nya, resah nya mulai mengurai. Kembali ia bercengkrama dengan suara air dan pakaian yang mulai menebar aroma detergent.
Hawa dingin mulai merayap, namun di rasakan sesuatu yang hangat mulai menyusup kedalam hati nya.
Biar lah.....hiburan itu sejenak jadi milik nya. Seiring doa dia untai kan untuh buah hati nya...keluarga nya.....orang-orang yang menyayangi dan di sayangi nya.
Air mata nya menitik jatuh. Hanya setitik.
Tuhan, tolong jangan lepaskan tangan ini...
*ilustrasi ambil di google :)
0 komentar :
Posting Komentar