Saya cuma bisa bilang, "CIH..."
Sambil melempar ludah. Muak. Ketika menyaksikan deretan anak muda yang menurut saya pemuda-pemuda paling menyedihkan yang pernah saya liat, dengan bangga, sambil nyengir menjijikkan, memakai kaos merah bergambar palu arit.
"Pemuda tolol....!!!"
Pemuda yang lahir dan besar di zaman reformasi yang ga tau bagaimana rasanya melewati setiap tanggal 30 di bulan september, mencari pojokan sambil nderedeg takut ngebayangin seremnya film G30S/PKI yang jadi sajian WAJIB stasiun tivi yang cuma satu-satu nya di Indonesia.
Biarpun udah pake sumbat telinga, entah kenapa film yang amat sangat teramat khas itu sangat saya hafal di luar kepala rangkaian demi rangkaian nya. Begitu jelas dan runut, di tambah pelengkap "derita" telinga saya mengalun instrumental musik kebangsaan PKI.... "Jer..genjer...genjer...neng lego'an...pating keleleer..."
Aaarggghhhh.......
Mau ngungsi kemana ??
Lha wong semua tetangga yang jadi bagian dari seluruh Indonesia menonton tontonan yang sama.
Ada detik-detik ketika rapat pembentukan Dewan Jendral.
Atau saat jendral Ahmad Yani yang di tegur sang istri, ketika melihat hasil gambar sang suami terlihat seperti bentuk kuburan, bukan monumen.
Suara bis yang mendatangi rumah para jendral saat malam eksekusi
Suara alm Ade Irawan yang berperan sebagai istri jendral Haris Nasution, ketika menggendong sang putri, Ade Irma Suryani yang menjadi korban salah sasaran tembak tentara-tentara yang tercuci otak nya oleh paham PKI. "Kalian salah tembak. Pak Haris sedang tak ada di rumah...."
Atau, siapa yang ga ingat dengan pertanyaan anggota GERWANI yang bilang, "Darah itu merah jendral....!!!" sambil nyayat-nyayat wajah Ahmad Yani dengan silet.
Lokasi sumur yang di timbun daun pisang. Atau suara Sarwo Edie Wibowo yang bercucuran airmata ketika satu persatu korban keganasan G30S/PKI di angkat dari dalam sumur dalam keadaan tidak utuh.
Demi Allah...!!!
Melebihi Arya Wiguna yang gebrak meja dengan mata merah menyala, keganasan mereka cuma Tuhan yang bisa balas.
Emak saya bilang, asli nya, para jendral itu melewati siksaan lebih kejam dari cuma sekedar di sayat-sayat, dan di tembk.
Itu baru Jakarta, di beberapa daerah terutama daerah yang jadi kota santri, keganasan PKI udah bukan rahasia lagi.
Di beberapa literatur yang saya baca, ada masjid yang jamaahnya di tembak dengan membabi buta oleh anggota PKI ketika mereka sholat subuh.
Penculikan pimpinan-pimpinan pondok pesantren yang tak pernah kembali lagi ke rumah nya di tengah malam buta.
Atau, ada warga menjadi saksi ketika pagi-pagi sungai yang melintas di desa mereka berwarna merah, lalu di temukan mayat-mayat hanyut dengan luka-luka penyiksaan.
Bukan cuma kepada aktivis Islam yang menjadi sasaran keganasan PKI. Paham sosialis komunis yang menjadi Tuhan sembahan mereka, membolehkan merampas hasil bumi penduduk, menjarah sawah dan kebun mereka yang siap panen dengan alasan semua yang tumbuh di bumi komunis itu di kuasai bersama.
Sungguh analogi tolol...!!!
Kalo ga ada yang menanam dan merawat, lo kira tuh sawah ama kebon bisa menghasil kan.
Analogi kaum pemalas yang di selubungi paham kebersamaan dalam pemilikan.
So, buat elo-elo yang bangga pake kaos palu arit, elo mau milik elo jadi milik bersama ????
Kalau lah elo malas, dan ga pengen punya agama, hidup aja suka-suka elo sendiri seperti yang elo mau.
Kalau lah elo malas, dan ga pengen punya agama, hidup aja suka-suka elo sendiri seperti yang elo mau.
Kalo ada pertinggi Polri yang nyuruh seluruh stasiun tivi memutar kembali film G30S/PKI buat ngingetin generasi muda betapa bahaya paham komunis, kok saya rada pesimis ya. Taruh lah sang penguasa MNC media itu bersedia "di ketok" buat memerintahkan binaan stasiun tivi nya putar tuh film, tapi si mister satu nya apa mau ????
Lagian, pertanyaan yang jauh lebih besar nya, apa ada anak muda yang mau nonton ??? Secara itu tontonan yang bisa jadi buat mereka gak menarik. Ga ada si Rangga, Cinta, apalagi Lee min ho.
Belom lagi gagdet, warnet dan mall yang udah makin deket ke depan pintu rumah kita bisa jadi sarana asik melarikan diri dari kengerian original sountrack film fenomenal itu.
Kemaren, pas saya liat truk yang pasang stiker Mbah Suharto yang ngangkat tangan ala begawan, sambil nyengir "Piye kabare ?? Pesih enak zaman ku tho ???" Mau ga mau saya bilang, " Njenengan bener mbah...."
Cuman di zaman si Mbah, PKI ga punya tempat. Keturunan nya nanggung dosa sosial yang tak termaafkan. Sebab keganasan paham yang di lakukan bapak moyang mereka emang tak termaafkan kemanusiaan. Saya bukan nya ga kasian, tapi pertobatan emang harus di paksa oleh keadaan sebagai pembuktian. Bukan jadi api dendam yang meledak begitu di kipas angin perubahan. Saya mah cuma bisa kasihan sama orang-orang yang bilang, pemilu itu ga ngaruh.#nyengir_sinis_mlintir_kumis
Sembari berharap, aparat yang sholeh, tegas bekerja keras memberangus PKI secepatnya.
Seperti cerita seorang pensiunan perwira TNI di zaman Suharto, "Beresken....!"
0 komentar :
Posting Komentar